Untuk membantu sekolah membayangkan ulang pengajaran dan pembelajaran, Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organization of Economic Cooperation and Development/OECD) telah menetapkan tujuh prinsip yang bermanfaat.
Peserta didik harus menjadi pusat dari hal-hal yang terjadi di ruang kelas dengan kegiatan yang berfokus pada kognisi, proses pembelajaran, dan pertumbuhan mereka.
Pembelajaran merupakan praktik sosial dan tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Kerja kelompok yang terstruktur dan kolaboratif bisa baik untuk semua peserta didik. Hal ini mendorong peserta didik dengan cara yang berbeda-beda.
Emosi adalah bagian tak terpisahkan dari pembelajaran. Peserta didik memahami ide-ide dengan lebih baik ketika kita menghubungkan emosi, motivasi, dan kognisi. Keyakinan positif adalah kunci.
Peserta didik berbeda satu sama lain, dan lingkungan pembelajaran yang inovatif mencerminkan berbagai pengalaman serta pengetahuan terdahulu yang dibawa oleh setiap peserta didik ke kelas.
Penilaian haruslah untuk pembelajaran, bukan terhadap pembelajaran. Penilaian itu penting, tetapi hanya untuk mengukur bagaimana menyusun pelajaran berikutnya untuk memaksimalkan efektivitas.
Peserta didik perlu diregangkan, tetapi tidak terlalu banyak. Peserta didik perlu mengalami baik keberhasilan akademik maupun tantangan penemuan.
Pembelajaran perlu dihubungkan lintas disiplin dan diperluas ke dunia nyata. Pembelajaran tidak dapat bermakna jika peserta didik tidak memahami mengapa pengetahuan itu akan berguna bagi mereka.
Raih kemungkinan baru bagi pendidik abad ke-21
Begitu visi yang kuat telah ada, saatnya untuk melihat berbagai aplikasi praktis di ruang kelas. Untuk sepenuhnya memanfaatkan kekuatan teknologi sekolah perlu mempertimbangkan pendefinisian ulang kurikulum dan bagaimana kurikulum itu diajarkan. Dengan kata lain, inilah saat untuk sepenuhnya membayangkan ulang pengajaran dan pembelajaran abad ke-21.
Fokus pada fakta dan hafalan, pada latihan dan praktik, tidak memanfaatkan nilai komputer,” ungkap Profesor Norris dan Profesor Soloway, masing-masing dari University of Texas dan University of Michigan. “Meminta peserta didik meneliti dan berkolaborasi untuk mengembangkan pemahaman yang mendalam dan terintegrasi dari proses-proses yang mendasari perlu menjadi fokus dari kelas komputasi one-to-one. Transformasi pembelajaran membutuhkan perubahan konseptual utama. Ini adalah gerakan yang tidak lagi memandang komputasi sebagai subjek terpisah, atau gadget menarik yang dapat memancing minat peserta didik, dengan gagasan baru ruang kelas sebagai ruang digital, kurikulum sebagai ukuran dari hal-hal penting serta peran pengajar dan peserta didik.
Pembelajaran masa depan adalah pola pikir yang memberdayakan peserta didik untuk menjadi mitra penulis dari pembelajaran mereka dan menyesuaikan berbagai aktivitas untuk memenuhi kebutuhan, kemampuan, serta minat mereka. Ini membutuhkan perubahan besar dalam cara pengajar berfungsi di kelas, beralih dari apa yang Deakin Crick istilahkan sebagai “pembelajaran sebagai program” menjadi “pembelajaran sebagai desain”. Bahkan, dalam sebuah analisis semisal terhadap lebih dari 800 studi yang berkaitan dengan prestasi peserta didik, John Hattie menemukan bahwa keterampilan pengajar mencapai sekitar 30 persen dari varians dalam pencapaian peserta didik.
Dr. Emma Bartle menyepakati dan menyarankan. “Pengajar harus bersedia dan mampu mengubah pedagogi mereka menjadi pendekatan yang berpusat pada siswa; kemampuan mereka untuk melakukan hal ini adalah unsur penting dari lingkungan pembelajaran yang dipersonalisasi”.
Komentar
Posting Komentar